KONSEP ISPA

1.1.1 Pengertian ISPA

ISPA atau Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah sekelompok penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Secara anatomis dapat dibagi dua bagian, yaitu ISPA atas (Acute Upper Respiratory Infection) dan ISPA bawah (Acute lower Respiratory Infection) (Warta posyandu, 1999). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni: infeksi, saluran pernafasan dan akut dengan pengertian sebagai berikut:
(i) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
(ii) Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
(iii) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari (Depkes R. I, 2000)

1.1.2 Penyebab
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptokokus. Stafilokokus, Pnemokokus, Hemofilus, Bordetella dan Korinebakterium. Virus Penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Etiologi Pneumonia pada balita sukar untuk ditetapkan karena dahak biasanya sukar diperoleh.

Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococus pneumoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitiannya (Depkes RI, 2000) dan infeksi juga disebabkan oleh bahan-bahan lain sehingga dikenal:
1. Chemical pneumonialis: Inhalasi bahan-bahan organik uap kimia seperti berillium.
2. Extrinsix alergic alveolitis: Inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung alergen, seperti debu dari pabrik-pabrik gula yang mengandung spora actinomycetes thermofilik.
3. Drug reaction pneumonitis: Nitro furantoih, busulfan, methotrexate.
4. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas: Desguamative intrtitial pneumonia, eosinofilik.

1.1.3 Faktor Resiko
Berbagai publikasi melaporkan tentang faktor resiko yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Faktor resiko yang meningkatkan insiden Pneumonia, diantaranya:

1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.

3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TB Paru.

5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.

6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.

8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.

12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.

1.1.4 Tanda dan Gejala
1.1.4.1 Tanda dan gejala Infeksi Saluran Pernafasan
Menurut Depkes R.I (1993) tanda dan gejala infeksi saluran pernafasan secara umum adalah sebagai berikut: batuk, kesulitan bernafas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga.

1.1.4.2 Tanda dan gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Secara umum sebagian besar dari penderita didahului dengan peradangan saluran pernafasan bagian atas, kemudian timbul pada saluran pernafasan bagian bawah, serangan biasanya mendadak dengan perasaan menggigil dan panas badan yang tinggi pada pagi dan sore hari atau variasi diurinal, batuk-batuk terdapat pada 75% dari penderita (Price dan Wilson, 1995). Infeksi saluran pernafasan akut terdiri dari bukan pneumonia, pneumonia dan pneumonia berat, tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut:
a. Bukan pneumonia (Batuk pilek biasa)
1. Tak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
2. Tidak disertai nafas cepat
b. Pneumonia
1. Tak ada tarikan dinding dada kedalam
2. Disertai nafas cepat (balita: lebih dari 40X/menit)
c. Pneumonia berat
1. Ada tanda bahaya (tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, gizi buruk)
2. Ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada saat menarik nafas.
3. ada wheezing (bunyi mengik)
(Depkes R.I, 1993).

1.1.5 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi, diantaranya: empiema, efusi pleura, meningitis, endokarditis, atelektasis, septikemia, abses paru dan perikarditis (rahajoe, 1994).

1.2 Konsep Tatalaksana ISPA
1.2.1 Cara Melakukan Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak dengan bantuan alat maupun tidak. Dalam melakukan pemeriksaan pada anak harus setenang mungkin, karena anak yang menangis dan memperlihatkan tanda-tanda gelisah dapat mengaburkan tanda-tanda penyakit. Sebelum memeriksa mintalah kepada ibunya agar anak jangan dibangunkan jika sedang tidur, jangan membuka pakaian atau mengganggu anak, kemudian mulailah memeriksa (Depkes R.I, 1993).

a. Dalam pemeriksaan anak perlu dilakukan anamnesa dengan menanyakan kepada ibunya atau yang mengasuh, meliputi:
1. Berapa umur anak?
2. apakah anak batuk? Berapa lama?
3. Apakah anak dapat minum?
4. Apakah demam/ panas badan?
5. Apakah ada kejang?

Perhatikan, anak dikatakan tidak dapat minum jika sama sekali tidak mampu minum atau anak sangat lemah untuk minum, tidak dapat menelan atau menetek, sering muntah sehingga tidak ada yang ditelan (Depkes R.I, 1993).

b. Periksa lihat dan dengar
Cara melakukan pemeriksaan lihat, raba dan dengar, diantaranya:

1. Menghitung frekuensi nafas dalam satu menit
2. Melihat ada tidaknya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam
3. Melihat dan Mendengar stridor
4. Melihat dan mendengar Wheezing (bunyi mengik)
5. Melihat kesadaran menurun
6. Meraba adanya demam
7. Melihat tanda-tanda gizi buruk
(Depkes R.I, 1993).

1.2.2 Cara menentukan Klasifikasi
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit ISPA. Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur dibawah dua bulan dan untuk golongan umur dua bulan sampai dengan lima tahun.

a. Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit, yaitu: Pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, bila disertai nafas sesak, yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik nafas (anak dengan wheezing atau stridor dapat memberikan gejala tarikan dinding dada bagian bawah, dimana stridor merupakan tanda bahaya dan harus dirujuk ke puskesmas/ rumah sakit). Pneumonia yaitu bila disertai nafas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada kedalam. Batas nafas cepat Untuk usia 2 bulan – 12 bulan = 50 X per menit atau lebih sedangkan untuk usia 1-4 tahun = 40 X per menit atau lebih. Sedangkan Bukan pneumonia (Batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas cepat.

b. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit, yaitu pneumonia berat dan bukan pneumonia. Pneumonia berat, yaitu bila ditandai salah satu tanda tarikan kuat dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 60 x per menit atau lebih. Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), yaitu bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang dikelompokan sebagai “tanda bahaya”. Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun yaitu: Tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan “Tanda bahaya” untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ dari volume yang bisa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing dan demam/dingin (Depkes R.I, 1993).

1.2.3 Pengobatan
Pengobatan bukan pneumonia (batuk pilek biasa) yaitu tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan perawatan di rumah, yaitu untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang tidak merugikan seperti codein, dekstrometorfan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun demam yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher yang nyeri tekan, dianggap sebagai “Radang tenggorokan oleh kuman Steptokokus” dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari. Setiap bayi/ anak dengan “tanda bahaya” harus dirujuk ke dokter/ rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pengobatan Pneumonia yaitu dengan diberi obat antibiotik kotrimoksasol. Bila dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat digunakan obat antibiotik pengganti kotrimoksasol. Antibiotik pengganti kotrimoksasol yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain. Bila penderita memburuk menjadi pneumonia berat, maka harus dirujuk ke rumah sakit.
Pengobatan pneumonia berat yaitu dengan dirawat di rumah sakit. dan diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
Dosis obat parasetamol 500 mg untuk usia 2 bulan – 6 bulan, yaitu 4 x 1/8 tablet; usia 6 bulan – 3 tahun, yaitu 4 x ¼ tablet; Usia 3 tahun – 5 tahun, yaitu 4 x ½ tablet. Dosis parasetamol berdasarkan berat badan adalah 10 mg/kg BB/kali.
Dosis obat kotrimoksasol 480 mg untuk usia 2 bulan – 6 bulan, yaitu 2 x ¼ tablet; usia 6 bulan – 3 tahun, yaitu 2 x ½ tablet; Usia 3 tahun – 5 tahun, yaitu 2 x 1 tablet, dengan catatan kotrimoksasol diberikan selama 5 hari. Dosis kotrimoksasol berdasarkan berat badan adalah 48 mg/kg BB/hari. Bila digunakan kotrimoksasol tablet pediatrik atau sirup, maka perlu diketahui bahwa 1 tablet dewasa sama dengan 4 tablet pediatrik (1 tablet pediatrik = 120 mg), sama juga dengan 2 sendok takar (10 ml) sirup.
Pemberian obat batuk tradisional atau ekspektoran yang dianjurkan, seperti obat batuk tradisional, yaitu campuran air jeruk nipis dengan kecap manis atau madu (½ sendok teh kecap manis atau madu ditambah ½ sendok teh air jeruk nipis) diberikan 3-4 X sehari selama 2 hari. Ekspektoran, diantaranya obat batuk putih (OBP) yang tidak mengandung antihistamin, kodein, dekstrometorfan.

Komentar

HeRu Radar mengatakan…
Bu Lidya....
saya punya anak usia 1 tahun, sudah hampir 6 bulan ini didiagnosa oleh dokter ada Flek paru-paru. Mungkin ibu punya saran atau tips penyembuhan yang cepat buat anak saya!!!
Sedikit Berbagi Ilmu mengatakan…
Pertama=tama harus dikenali apakah Diagnosa flek yg dimaksud adalah TB atau bukan? jika seorang anak dicurigai Sakit TB harus dibuktikan dulu adanya kuman TB dalam tubuhnya. Penderita TB harus minum obat teratur setiap hari, paling tidak hingga 6 bulan. tidak semua gambaran “flek” pada paru berarti TB, Semua penyakit di paru dapat memberi gambaran flek yang tidak dapat dibedakan dengan TB. Bahkan orang sehatpun pada Rontgen parunya akan ada gambaran bercak-bercak putih yang istilah medisnya infiltrat. Yang perlu diingat, jika seorang anak terinfeksi TB, berarti ada orang dewasa sebagai sumber penularannya yang perlu dicari dan kemudian diobati agar tidak menulari orang lain lagi. TKs

Postingan populer dari blog ini

Makan Terlalu Cepat Bisa Bikin Gemuk

PENELITIAN VIRUS

CARA ASYIK BIKIN BERAT BADAN TETAP IDEAL